Tujuh Pengungsi Rohingya Terdampar di Ciamis

Anggota pasukan keamanan Myanmar dituduh terlibat kerusuhan terhadap Rohingya.

susibudiani – (Ciamis, Selasa 31/7)

Di antara puluhan imigran gelap ditangkap polisi di Pantai Palatar Agung, Kecamatan Kalipucang, Ciamis, akhir pekan lalu, terselip tujuh imigran asal etnis muslim Rohingya, Myanmar.

Mereka adalah Ayub (35), H Abdul Malik (41), Mohammad bin Amanullah (28), Muhammad Inus bin Abdul (25), Rusyid Dulah bin Ahmah (23), Isup (30), dan Mohammad Zubair (30).

Mereka bergabung bersama imigran gelap lainnya asal Irak, Afganistan, dan Iran di tempat penampungan sementara, Hotel La Risa Ciamis.

“Tujuan kami adalah Australia. Kalau tetap tinggal di Myanmar kami akan mati, ditempa oleh askar (maksudnya ditembak tentara),” ujar Ayub kepada Tribun, di Hotel La Risa Ciamis, Senin (30/7/2012).

Ayub dan Inus cukup mahir berbahasa Melayu karena pernah tinggal di Malaysia.

Mereka memilih mengungsi ke Malaysia ketika terjadi bentrokan etnis Rohingya dengan penduduk Myanmar beragama Buddha sebelas tahun lalu.

Setelah situasi mulai reda, kata Ayub, mereka mencoba kembali pulang ke Myanmar. Akan tetapi, lima bulan lalu terjadi lagi tragedi kemanusiaan menimpa etnis muslim Rohingya.

Mereka tidak hanya berhadapan dengan etnis beragama Buddha, tetapi aparat junta militer Myanmar sengaja melakukan pembersihan etnis Rohingya karena mereka dianggap bukan warga negara Myanmar.

“Rumah dibakar, kawan-kawan kami ditempa dadanya oleh askar (maksudnya ditembak dadanya oleh tentara). Anak-anak juga ditempa. Anak puan (perempuan) diiris telinganya diambil emasnya,” kata Ayub dengan mata berkaca-kaca.

Bahkan Abdul Malik, tokoh di antara ketujuh muslim Rohingya terdampar di Ciamis tersebut, berurai air mata sambil bertutur dalam bahasa Rohingya tidak dimengerti.

Hingga kemarin, dari 78 orang imigran gelap ditangkap dan ditampung sementara, tinggal 57 orang bertahan di hotel.

Sebanyak 21 orang memilih kabur dengan cara meloncat tembok pagar hotel atau lewat atap genteng.

Perwakilan Kantor Imigrasi kelas II Tasikmalaya, Teguh Setiadi, mengatakan, bagaimana nasib selanjutnya puluhan imigran gelap ini masih menunggu keputusan Direktorat Imigrasi.

“Sampai hari ini belum ada keputusan. Sejumlah rumah detensi imigrasi (rudim) saat ini dalam kondisi penuh,” ujar Teguh.

Kekerasan di Myanmar Mengarah ke Pembersihan Etnis

Kekerasan terhadap warga Muslim Rohingya sudah mengarah ke pembersihan etnis (ethnic cleansing) akan terus berlanjut.

Kecuali Pemerintah Myanmar mau membuka kebijakan politik menerima mereka sebagai bagian dari warga Muslim Arakan dan bagian dari warga negara Myanmar.

Setelah langkah itu, menurut Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq, segala bentuk diskriminasi mesti dihentikan.

Dalam siaran persnya, Kamis (26/7/2012), politisi Partai Keadilan Sejahtera itu berpandangan, jika hal ini dilakukan.

Myanmar akan mencatat capaian besar dalam proses demokratisasinya dan akan menjadi pijakan sangat penting dalam mengelola pluralisme secara demokratis di Myanmar.

Namun, jika Pemerintah Myanmar dan juga Aung San Su Kyi tetap bersikeras dengan tidak mengakui Muslim Rohingya sebagai bagian dari warga Arakan dan warga negara Myanmar.

Meski Muslim Rohingya sudah menetap puluhan tahun dan jumlahnya hampir satu juta jiwa, hal itu jelas merupakan pengabaian terhadap nilai-nilai demokrasi dan kemanusiaan.

“Itu artinya, semua unsur di Myanmar bertanggung jawab terhadap ethnic cleansing yang sedang dan terus terjadi,” ujar Mahfudz. *****

Leave a comment